Thursday 4 June 2015

Ridha vs Cinta


Banyak perempuan bertanya “bagaimana bisa kamu menikah dengan seseorang yang belum atau bahkan tidak kamu cintai?”


Aku pun menjawab “bahwa cinta akan datang tanpa izin mengetuk, bahwa cinta akan merangkulmu tanpa dipinta, bahwa ia akan hadir walau dalam diam. Karena aku percaya, Allah tidak akan menyianyiakan niat hambaNya yang ingin melengkapi sunnah.”


Menikah adalah impian para pejatuh hati, lalu bagaimana dengan mereka yang belum dititipkanNya cinta?


Tahukah jika yang harus kamu cintai adalah suamimu, bukan ‘calon’ suamimu. Karena tidak ada yang bisa menjamin, apakah calon suamimu adalah takdir imammu. Karena nasi yang sudah dimulut pun masih bisa jatuh jika bukan rezekimu. Mempelajari eksistensi rezeki dalam Al-quran bukanlah hal mudah, bersyukurlah menjadi hamba terpilih yang mampu memahaminya, karena hikmah setiap fenomena hidupnya melebur dan menyatu ke dalam diri yang penuh kesyukuran. Tanpa rasa suudzhon terhadap Pencipta, tanpa rasa kecewa untukNya meski bencana datang merubuhkan asa.


Dear shalihat, jangan takut. Menikah bukan perlu dibangun dengan cinta, ia terwujud karena sebuah mantra ‘ridha’.


Duhai engkau yang akan mengalami masa, rasakanlah getaran ridha yang bahkan tidak bisa terucap kata. Bangun solat istakharahmu, jalin hubungan terbaik dengan Sang Raja Ridha. Bagaimana bisa kamu berharap perjalanan ini mudah dilalui tanpa berusaha mendekatiNya? Lihatlah kamu yang memandang Allah, begitulah Allah memandangmu. Seberapa besar kamu menyimpan kerinduanmu bertemu Allah, sebegitu besar pula Allah merindukanmu.


 “Aku (Allah) sesuai dengan persangkaan hamba pada-Ku.” (Muttafaqun ‘alaih).


Lalu bagaimana denganmu yang ‘katanya’ belum siap materi?


Dear Khadijah dunia, janganlah kamu ragu dengan ketetapan Allah. Ragukanlah keraguanmu kemudian percayalah akan janjiNya yang nyata. Bahwa rezeki untukmu dari Sang Pemberi Rezeki, bukan siapapun. Sekali lagi, Allah tidak mungkin menyianyiakan hambaNya yang berniat untuk melengkapi separuh agamanya. Karena menikah adalah sunnah para Nabi dan Rasul. Karenanya terjaga kehormatan dan merupakan benteng akhlak yang mulia. Sebab menikah ialah sumber pertolongan Allah dan rahmatNya. Dan dari menikah, benih perhiasan terindah dunia mulai tertanam. Apalagi yang engkau ragukan? Sekali-kali benar, menikah adalah salah satu jalan untuk menjadikan seseorang menjadi cukup kebutuhannya.


 Bagi kalian Allah menciptakan pasangan-pasangan (istri-istri) dari jenis kalian sendiri, kemudian dari istri-istri kalian itu Dia ciptakan bagi kalian anak cucu keturunan, dan kepada kalian Dia berikan rezeki yang baik-baik.” (QS. An Nahl (16):72).


Dan nikahkanlah orang-orang yang sedirian diantara kamu, dan orang-orang yang layak dari hamba-hamba sahayamu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan kurnia-Nya. Dan Allah Maha luas lagi Maha Mengetahui. (QS. An-Nur : 32)


Dari Anas ra bahwa Rasulullah SAW bersabda,”Orang yang diberi rizki oleh Allah SWT seorang istri shalihah berarti telah dibantu oleh Allah SWT pada separuh agamanya. Maka dia tinggal menyempurnakan separuh sisanya. (HR. Thabarani dan Al-Hakim 2/161).


“Maukah kuberi tahu pada kalian harta simpanan terbaik bagi seseorang? Itulah seorang istri shalehah yang menyenangkan bila dipandang (suaminya), yang patuh jika disuruh, dan pandai menjaga diri sewaktu suaminya pergi” (HR. Abu Daud, Hakim, dan Baihaqi) 


Ada tiga golongan yang sudah pasti akan ditolong Allah, yaitu: (1) Orang yang menikah dengan maksud untuk menjaga kehormatan diri, (2) seorang hamba mukatab yang berniat akan menunaikan, dan (3) seorang yang berperang di jalan Allah” (Riwayat Ahmad, Nasa’i, Tarmizi, Ibnu Majah dan al-Hakim).


Lalu, apa lagi masalahmu?


Mungkin ada yang pernah mengalami siatuasi begini, ketika seorang Ayah menyampaikan  potongan ayat Alqur’an tentang pernikahan, surat Ar.Ruum ayat 21 yang berbunyi: “litaskunuu ilaiha atau supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya”, sontak si anak berkata “bagaimana aku bisa tentram jika sebelum menikah saja tidak ada rasa tentram atau sakinah dengan si calon pasangan?”


Tahukah bahwa perkataan si anak adalah titik kesalahan? Ayat itu menjelaskan tentang tujuan pernikahan, bukan panduan menuju pernikahan. Ayat itu menyebut kata ‘istri’ dahulu kemudian menggandengnya dengan rasa tentram lagi kasih sayang, bukan calon istri atau sebaliknya. Jadi, kunci menggapai sakinah itu apa? Akadlah jawabannya.



“Dan diantara tanda-tanda kekuasaanNya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikanNya diantaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.” (QS. Ar. Ruum (30):21).


Kemudian, apa lagi gundahmu?


Sahabat fillah, bakar habis ragu itu. Mari mulai meyakini kuasaNya. In sha Allah, keridhoanmu menuju pernikahan akan tiba pada saat yang paling tepat. Saat engkau benar-benar siap dihadapanNya untuk mengemban ikatan yang disebut di dalam Al-qur’an sebagai “mitsaqan ghaliza” atau perjanjian yang amat kukuh (QS An-Nisa 4:21). Seberat dan sekokoh apakah ikatan pernikahan? Semoga penulis masih diberi kesempatan untuk membahasnya di lain waktu.


Wahai para pecinta, ridha memang belum pasti cinta namun kekuatannya melebihi kekuatan cinta, karena ridha datang dari hati tulusmu bukan dari hawa nafsumu. Sebab keagungan cinta bermula dari keikhalasan ridha, bukan yang lainnya.


Dan kamu bisa temukan cinta dalam ridhamu dan ridhaNya, namun kamu belum tentu bisa temukan ridhamu dan ridhaNya dalam cinta. Jadi, cinta atau ridha yang kamu pilih?

0 comments:

Post a Comment